Commuter Line, Wong Kito Galo

Wong kito galo itu bukan sekadar slogan, itu spirit saripati kearifan lokal yang terbukti ampuh sebagai pemersatu warga Sumsel.

Atas saran teman mengingat tujuan dan lokasi, maka saya tadi mencoba commuter line. Naik dari stasiun Juanda, tujuan ke Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri di Kalibata. Pas di stasiun kalibata, tinggal turun dan menyebrang sampailah di tujuan saya.

Ini pertama kali saya menggunakan commuter line selama perjalanan saya ke jakarta  baik karena tugas atau urusan pribadi. Lumayan menyenangkan. Ketika naik, suasana begitu lenggang. Lenggang yang membuat nyaman.

Entah di stasiun Cikini atau Gondangdia, naiklah dua perempuan. Salah satunya duduk disamping saya. Seorang lagi duduk di seberang saya. Entah kenapa saya terpesona dengan gaya perempuan berjilbab yang duduk di seberang saya itu. Maka, tangan saya tak bisa dicegah, cekrek, sayapun membidiknya dengan kamera hp saya. 

Dia asyik dengan hpnya. Padahal banyak bingit penumpang kereta itu yang sibuk dengan hpnya, saya hanya tertarik dengan perempuan di seberang saya yang naik dari stasiun Cikini itu.

Di beberapa menit sebelum kereta berhenti di stasiun Kalibata, dua perempuan itu berbincang-bincang dengan saya yang dimulai oleh perempuan yang duduk di sebelah saya. Aha, rupanya perempuan yang asyik dengan hpnya dan duduk si sebrang saya itu juga berasal dari Sumsel (orang Sumsel itu rumpun besar yang merasa sebagai wong kito galo) saya, hingga dia berkata spontan sambil dia tersenyum "wong kito galo, ruponyo"

He, begitulah kisah Commuter line dan wong kito galo. Di tengah rasa nelangsa perjalanan yang melelahkan ini yang sulit dijelaskan cukup dirasakan (wew, akan dituliskan setelah mengendap), merenungkan kejadian di commuter line tadi sambil saya menunggu jadwal boarding di Soeta ini cukup membesarkan hati. Pantas saya seperti digerakkan untuk menjepretnya. Rupanya, Wong Kito Galo. Salam.


Comments