Banda Aceh, Ngopi Di Kota Seribu Warung Kopi

Jika Manggar di Belitung dijuluki Kota 1001 Warung Kopi, maka Banda Aceh disebut Kota 1000 warung Kopi. Bedanya, he, cuma 1 warung. selain beda 1 warung kopi itu, tetap saja saya tak tau bedanya. Saya belum pernah ngopi di Manggar. Kali ini, biarlah saya ceritakan dulu soal Ngopi di kota 1000 warung kopi, Banda Aceh. Bacalah kalau kau mau..


Meja-meja kopi terhampar di depan rumah terlihat sejak menjejakkan kaki di Bumi Serambi Mekah ini. Hampir 2 dari 5 rumah di tepi jalan menjadikan halaman rumahnya menjadi warung kopi dengan menyediakan meja-meja dan kursi tempat orang-orang berkumpul sambil ngopi. Pemandangan itu terlihat sepanjang jalan dari Bandara Sultan Iskandar Muda menuju Pusat Kota Banda Aceh. Hal yang membuat ilalang di kepala saya berteriak-teriak, ayo kita mampir ngopi! Ah

Sayang, sebab saya dan rombongan datang ke Banda Aceh dalam rangka tugas, maka kesempatan untuk ngopi di warung kopi itu ditepiskan dulu hingga tuntas tugas. Kesempatan yang akhirnya tiba juga. Malam sehari menjelang pulang, kamipun ngopi bareng di warung kopi. Solong Cafee II namanya, kalau tak salah. Hanya maju sedikit dari kawasan Lampinereut tempat teman-teman mencari bongkahan batu giok Aceh.

Tak bisa dipungkiri, aura dan rasa ngopi di warung kopi di kota 1000 warung kopi ini memang beda. Selain rasa kopinya yang khas sedapnya (bisik-bisik angin malam, katanya ditambah sedikit daun ganja, wallahu'alam), suasana ngopi beramai-ramai di meja besar dengan angin yang menampar wajah, sambil bercerita ini itu memang menarik. Agak magis dan romantik, kata ilalang di kepala saya. He, kapan lagi bisa ngopi bareng malam hari seperti ini, di warung kopi pula.

Aceh memang unik. Selain ngopi di warung kopi adalah budaya Aceh, Pasca Tsunami itu, Aceh kini lebih membuka diri. Bahwa Aceh sekarang aman dan terbuka ingin ditunjukkan dengan konsep Banda Aceh Kota seribu warung kopi ini. Begitu alasan yang saya dengar dari Prof.Dr.Abubakar A. Karim, MSc, Kepala Bappeda Aceh.

Ya.., budaya ngopi di warung kopi itu memang kuat mengakar. Rupanya tak hanya malam, siang hari  saat makan siang di sekitar hotel menjelang berangkat ke bandara, saya melihat banyak orang ngopi di warung kopi. Ada yang ngopi sambil ngobrol bersama teman-teman, ada pula yang ngopi sambil sibuk dengan HP atau membuka laptop memanfaatkan wifi gratis yang tersedia. Malihat orang-orang dengan santai ngopi tersebut, seketika itu juga, ilalang di kepala saya kembali beraksi. Beginilah celotehnya kira-kira: " Tak terbayangkan, punya suami pagi, siang, malam aseeek di warung kopi. Betapa pusingnya..."  Ohohoho.

Celotehan asal. Tak begitu saya dengar. Saya lebih melihat prestasi NAD yang nyata ada.  Tahun ini, Bappeda Aceh menerima anugrah Pangripta Nusantara karena perencanaan pembangunannya yang baik. Laju penurunan kemiskinan juga pesat, dari 20,98 % pada tahun 2010 menjadi 16, 98 % pada tahun 2014. Angka Partisipasi Kasar Kuliah (Perguruan Tinggi)nya termasuk 5 besar di Indonesia. Itu bukti bahwa SDM disana berkualitas. Populasi para santaier, he, pengunjung tetap warung kopi itu mungkin cukup besar, tapi kalangan pekerja keras seperti yang saya lihat di Bappeda Aceh juga besar dan berkualitas.

Begitulah. Ngopi itu memang nikmat. Tak ada ritual yang paling saya tunggu selain ngopi. Belum lengkap hari rasanya kalau belum ngopi. Tapi, sesekali minum kopi (ngopi) bareng di warung kopi memang menarik. Sensasinya, suasana dan auranya, memang berbeda. Apalagi kalau ngopi di Banda Aceh, Kota Seribu Warung Kopi. Cobalah. Salam.



Comments