Kampung Halaman Bunga Bakung Merah Jambu

Dia mekar. Tadi pagi. Warnanya merah jambu. Di dalam lorong kelopaknya, ada beberapa burat warna merah tua. Semburat yang makin membuatnya indah. Tak hanya sekuntum, langsung 3 kuntum. Dia, bunga  bakung merah jambu. 

Ya, bunga bakung merah jambu kita. Saat melihatnya tadi sore, entah kenapa aku teringat percakapan kita dulu,

"Menurutmu, dimanakah kampung halamannya..?" katamu sambil memegang kelopak bunganya
"Entahlah.." jawabku asal saja
"Mungkin di Belanda, Mauritania, atau Thailand.."
"Kenapa...?" kataku lagi  

Kau tak menjawab hingga kita berpisah 3 tahun yang lalu. Percakapan tentang kampung halaman bunga bakung merah jambu itu tersimpan begitu saja. Sore tadi, percakapan itu muncul lagi. Tak jelas mengapa. Kukira, aroma dan rona kuntum-kuntum bunga bakung itu memunculkan ingatan lama tentangnya. Mungkin.

Saat malam gelap ini tiba, kupandangi lagi bunga bakung merah jambu itu. Ya, darimanakah ia ? Padahal tak ada yang menanaminya lagi sejak 3 tahun yang lalu. Tiba-tiba ia tumbuh di sudut itu. Bersandar di dinding pagar lembab yang ditumbuhi aneka lumut hingga rasa ibaku tiba lalu kupindahkan ia ke dalam sebuah pot tanah.

Maka dalam pot tanah ini, dia tumbuh dengan leluasa hingga bunganya mekar merekah. Merekah dan merona. Indah. Ia seperti sedang mempersembahkan keindahannya padaku. Seperti sebuah ucapan terimakasih. Mungkin. Entahlah.

Tengah aku memikirkan bunga bakung merah jambu itu, tiba-tiba ada suara berdernyit dan kilau lampu mengenai wajahku. Sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah ini. Seseorang keluar dari taksi itu lalu membuka pintu pagar yang belum kukunci. Orang itu berjalan mendekatiku. Makin lama, makin dekat. 

Ah, astaga, rupanya itu kau. Aku memekik dan segera memelukmu.  Kitapun larut.

"Kau kira darimana ia berasal...? katamu sambil memandang bunga bakung merah jambu itu setelah kita bercengkarama dan berbincang-bincang,
"Dari angin dan tanah di rumah ini..."
"Ketika dia mati 3 tahun yang lalu, dia tak benar-benar mati..."
"Mungkin beberapa bijinya telah disimpan tanah rumah ini. Sebagian lagi mungkin dibawa angin dan  beberapa bulan lalu dikembalikan angin kemari..."
"Mungkin sejak rumah ini berdiri, angin dan tanah di halaman ini selalu menyimpan biji dan umbinya.."
"Dia akan selalu kembali ke rumah ini. Sebab rumah ini adalah kampung halamannya..."katamu.

Begitulah celotehmu. Kau selalu seperti itu. Kukira aku tak perlu berdebat padamu. Sebab malam telah meninggi dan kita lelah. Marilah kita tidur saja. Sebab bercengkrama di tempat tidur akan membuat kita semakin paham pada arti kasih sayang yang kita miliki. 

Sambil memandangimu di tempat tidur, pikiranku mengelana. Kukira kau benar. Sebab kau dan bunga bakung merah jambu itu serupa meski tak sama. Rumah ini adalah kampung halamanmu. Maka mungkin benar, rumah ini adalah juga kampung halaman si bunga bakung merah jambu itu.

Betapa janggal hari ini. Sudahlah. Kututup pintu. Kupeluk dirimu erat. Rasanya aku tak ingin kehilangan dirimu lagi. Malam makin larut. Di luar, bunga bakung merah jambu itu sedang digerakkan angin hingga ia meliuk ke kiri dan ke kanan. Di dalam kamar, kita tidur sambil saling memeluk. Aku dan kau. Ya kau, anakku...

Comments

  1. mengunjungi rumah virtual mba elly, sungguh2 adakah bunga bakung merah jambu itu mba ?

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.